Bom Waktu bernama DTKS (Yang Tak Termutakhirkan)

Bom Waktu bernama DTKS (Yang Tak Termutakhirkan)

Baru-baru ini saya mendapat PM (Personal Message) baik dari Messenger maupun WA. Isinya, tentang video atau link postingan di sosial media yang menayangkan rekaman dari seseorang yang mengaku sebagai seorang kepala desa dari salah satu kabupaten di Jawa Barat. Dalam video tersebut, orang itu seperti sedang marah-marah karena dia merasa bahwa pendataan dalam program bantuan sosial ini sudah terjadi kekeliruan dan banyak hal yang menurut dia tidak pas.

Saya tonton sampai beberapa kali untuk menangkap inti permasalahan yang hendak disampaikan melalui video itu. Ada beberapa hal yang saya catat dan garis bawahi, diantaranya :
1. Tentang kekeliruan data
2. Tentang Bansos Covid 19
3. Tentang dilema pendataan
4. Tentang PKH dan BPNT
5. Tentang bansos yang tidak tepatan sasaran
6. Tentang sulitnya berkoordinasi dengan para petugas
7. Tentang adanya SDM PKH yang resign
8. Tentang adanya permainan di PKH
9. Usulan pengajuan data dari RT / RW sebagai dasar pemberian bansos

Menyikapi adanya video itu, saya tetap memilih bersikap obyektif dan berusaha tidak berat sebelah karena pada dasarnya setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya termasuk melakukan komplain atau pengaduan tentang PKH. Begitu sebaliknya, sebagai pihak terlapor dalam hal ini ada beberapa pihak terkait juga berhak menggunakan hak jawabnya. Dalam hal ini, pihak-pihak terkait itu adalah PPKH Kabupaten dan Dinas Sosial Kabupaten tersebut. Silahkan adu data saja dengan pihak-pihak tersebut sehingga masalah utamanya bisa segera diselesaikan.
Saya juga diminta kawan-kawan untuk memberikan komentar saya terkait video itu dan di sini saya coba bahas satu persatu :
1. Tentang kekeliruan data
Di sini yang dimaksud sebagai data yang keliru itu data yang mana? Kalau yang dimaksud adalah data yang dimaksud adalah data di PKH, kembali lagi saya sampaikan data di PKH itu diambil dari data warga miskin yang ada di BDT (Basis Data Terpadu) atau yang sekarang namanya sudah berubah menjadi DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Data itu diolah oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial RI dan bagi yang berada dalam Desil 1, masyarakat yang namanya ada diprioritaskan mendapatkan bantuan PKH selama warga tersebut memiliki komponen yang dipersyaratkan seperti komponen Kesehatan (kategorinya Ibu Hamil dan Anak Usia Dini), komponen Pendidikan (kategorinya Anak Usia SD, SMP dan SMA) dan komponen Kesejahteraan Sosial (kategorinya adalah Lansia usia 70 tahun ke atas dan Penyandang Disabilitas Berat). Bagi peserta PKH, yang bersangkutan juga diprioritaskan mendapat bansos BPNT (Sembako), KIP dan KIS.

2. Tentang Bansos Covid 19
Sesuai kriteria dan syarat yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah, yang berhak mendapatkan BLT sebesar 600 ribu per bulan selama 3 bulan itu adalah mereka yang merupakan masyarakat miskin yang namanya di luar DTKS. Kriteria dan syarat ini sudah mutlak, sehingga masyarakat yang sudah menjadi peserta PKH, peserta program Sembako, KIS dan KIP juga mendapatkan Kartu Pra Kerja tidak boleh mendapatkan BLT Covid 19. Desa justru diberi wewenang untuk melakukan pendataan warganya karena semestinya pihak Desa paham akan kondisi warganya.

3. Tentang dilema pendataan
Jika yang dimaksud adalah merasa berat menghapus data dari DTKS dikarenakan warga tersebut adalah kerabat atau simpatisan saat diadakannya Pilkades, bisa jadi itu masalah pribadi yang bersangkutan dengan para warga tersebut. Namun jika Kepala Desanya itu obyektif, seharusnya dia tidak perlu merasakan hal tersebut sebagai sebuah dilema. Namun jika yang dimaksud Dilema Pendataan itu adalah bagaimana proses awalnya berjalan, bukankah saat ini usulan memasukkan warga miskin baru ke dalam DTKS justru berasal dari hasil Musyawarah Desa? Bahkan Desa diberikan kesempatan untuk memperbaiki DTKS nya 2 kali dalam setahun yaitu bulan Mei dan November.

Jika kita kembalikan lagi ke yang bersangkutan, kita justru bisa mempertanyakan kenapa data di DTKS yang ada di wilayahnya justru tidak termutakhirkan? Bagaimana hasil Musyawarah Desa selama ini? Kenapa masih ada warga di desa itu yang sudah sejahtera tapi namanya masih ada di DTKS? Seharusnya, selain mengusulkan warga miskin baru dalam DTKS, warga miskin lama yang kehidupannya sudah sejahtera juga dilakukan usulan untuk dihapuskan dari DTKS sehingga warga tersebut tidak lagi menerima bansos dari Pemerintah.

4. Tentang PKH dan BPNT (Sembako)
Banyak yang masih salah kaprah terkait program ini. Meski PKH dan BPNT (Sembako) sama-sama program bansos dari Pemerintah yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial, namun program ini dilaksanakan oleh 2 Direktorat Jenderal yang berbeda. PKH dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Ditjen Linjamsos) sedangkan BPNT (Sembako) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin (Ditjen PFM). SDM yang melaksanakannya pun berbeda. PKH dilaksanakan oleh SDM PKH atau lebih sering disebut sebagai Pendamping Sosial PKH sedangkan BPNT (Sembako) dilaksanakan oleh TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan).

Selain dilaksanakan oleh 2 Direktorat Jenderal yang berbeda, bentuk bansosnya pun berbeda, kalo di PKH dalam bentuk uang non tunai (ditransfer langsung ke rekening KPM PKH setiap 3 bulan sekali) sesuai dengan jumlah komponennya sedangkan program BPNT (Sembako) disalurkan setiap bulan melalui agen BPNT (Sembako) dalam bentuk uang yang nantinya hanya bisa diambil dalam bentuk barang berupa Beras, Telur dan tambahan lauk pauk berupa sayuran, ikan / daging ayam segar dan buah. Hanya saja dalam masa tanggap darurat Covid 19 ini pencairan bansos PKH dilakukan setiap bulan dengan besaran nominal yang sudah disesuaikan oleh Pemerintah.

5. Tentang bansos yang tidak tepatan sasaran
Menanggapi bansos yang katanya tidak tepat sasaran, ini bansos yang mana? Di dalam PKH, sebelum warga tersebut ditetapkan sebagai KPM PKH warga tersebut harus divalidasi dan diverifikasi keberadaan dan kebenaran datanya. Proses ini untuk menyaring warga tersebut apakah memenuhi syarat dan kriteria yang ditetapkan di PKH atau tidak. Pendamping Sosial PKH, sebelum melakukan proses Validasi Awal kepada warga yang akan menjadi KPM PKH itu pasti selalu berkoordinasi dengan pihak desa.

Di sini kejujuran dan obyektifitas pihak desa sangat diperlukan karena pihak desa itu dianggap pihak yang paling mengetahui keadaan warganya. Nah, jika dari pihak desa sendiri sudah menyatakan bahwa warga yang ada dalam data awal tersebut merupakan warga miskin di desa itu maka Pendamping PKH tinggal melakukan validasi dan Verifikasi data komponen PKH nya yang mana nanti jika sudah ditetapkan sebagai KPM PKH, datanya akan terus dimutakhirkan secara berkala baik data komponen PKH nya maupun Data Sosial Ekonomi KPM PKH tersebut.

Bahkan di PKH, seorang KPM PKH bisa di Non Eligible (Dikeluarkan) jika KPM PKH tersebut sudah :
1) Tidak memiliki komponen PKH
2) Tidak komitmen dengan peraturan yang ada di PKH
3) Kehidupannya sudah sejahtera / mampu
Namun perlu diketahui bahwa dihapuskannya seorang KPM PKH ini tidak serta merta menghilangkan nama warga Ex-KPM PKH tersebut dari DTKS karena itu bukan wewenang Pendamping Sosial PKH dalam memutakhirkan DTKS. Dampak yang timbul adalah warga Ex-KPM PKH ini meski sudah sejahtera tapi masih menerima bansos BPNT (Sembako), KIS dan KIP.

6. Tentang sulitnya berkoordinasi dengan para petugas
Jika orang ini paham tentang PKH dan BPNT (Sembako) tentunya akan sangat mudah berkoordinasi dengan Pendamping Sosial PKH maupun TKSK. Bagaimana tidak mudah menghubungi Pendamping Sosial PKH jika setiap bulannya Pendamping Sosial PKH itu melakukan kegiatan P2K2 di rumah KPM PKH yang ada di desa termasuk melakukan verifikasi Kesehatan saat kegiatan Posyandu dan verifikasi Pendidikan di sekolah yang ada di desa itu. Bukankah di setiap desa ada SD nya? Belum lagi kegiatan pencairan BPNT (Sembako) juga dilakukan setiap bulan di Agen BPNT.

Untuk petugas TKSK, memang yang bersangkutan itu berkantor di kantor Kecamatan namun setiap bulan petugas TKSK ini bertugas mengawasi pencairan bansos BPNT (Sembako) bagi warga di desa yang menjadi KPM BPNT (Sembako) atau KPM Non PKH. Jadi sepertinya sulit sekali dipercaya jika ada pernyataan Pendamping Sosial PKH atau TKSK itu sulit diajak berkoordinasi atau ditemui.

7. Tentang adanya SDM PKH yang resign
Terkait adanya staff desa yang katanya pernah menjadi SDM PKH terus melakukan pengunduruan diri, silahkan ditanyakan alasan sebenarnya ke Dinas Sosial setempat. Memang harus diakui menjadi SDM PKH itu tidak mudah. Justru sangat berat malah. Bagaimana bisa dibilang mudah kalau para SDM PKH ini sudah kerja mati-matian masih saja jadi pihak yang disalahkan jika ada masalah di lapangan. Jika ada KPM PKH yang KKS PKH nya terblokir atau saldonya kosong maka Pendamping Sosial PKH yang bertugas mengurus ke bank penyalur juga melaporkan ke Kementerian Sosial untuk dilakukan rekonsiliasi dana bansos PKH. Belum lagi jika bansos BPNT (Sembako) nya juga kosong, maka Pendamping Sosial PKH inilah yang harus mengurusnya.

Apakah sudah selesai sampai di situ? Belum! Itu kalau ada KPM PKH yang melakukan penarikan melalui Agen Bank dan dikenakan biaya administrasi, Pendamping Sosial PKH sering dicurigai menerima uang administrasi itu. Belum lagi jika ada KPM PKH yang menitipkan KKS PKH nya ke Ketua Kelompok untuk dilakukan penarikan di ATM, jika Ketua Kelompoknya ini minta uang bensin pun kecurigaan itu tetap diarahkan ke Pendamping Sosial PKH. Di PKH itu sangat dilarang untuk menarik uang dari KPM PKH kecuali untuk keperluan KPM PKH tadi semisal membayar uang administrasi bank saat terjadi pergantian KKS PKH yang rusak atau hilang. Sesungguhnya Pendamping Sosial PKH itu adalah manusia-manusia biasa yang mendapat tugas luar biasa.

8. Tentang adanya permainan di PKH
Latar belakang SDM PKH itu sangat beragam baik dari organisasi maupun pandangan politiknya. Ini merupakan hak azasi mereka yang dilindungi oleh Undang–Undang di negeri ini. Benar memang bahwa ketika seseorang itu sudah memutuskan untuk menjadi SDM PKH maka dia harus mau mengundurkan diri dari kepengurusannya di sebuah partai politik namun bukan berarti dia juga harus kehilangan hak berpolitiknya. Adapun tuduhan adanya permainan antara Pendamping Sosial dengan pihak Bank atau Dinas terkait itu maksudnya dinas apa? Dinas Sosial kah? Dinas Pendidikan kah? Dinas Kesehatan kah?

Di sini bisa saya sampaikan bahwa Pendamping Sosial PKH justru harus menjalin kerja sama yang bagus baik dari segi komunikasi personal maupun dari segi pekerjaan dengan pihak–pihak yang sudah disebutkan di atas karena program ini merupakan program prioritas nasional yang melibatkan lintas kementerian dan dinas-dinas di bawahnya. Jika ada tuduhan bahwa Pendamping Sosial PKH itu hanya memasukkan nama-nama warga yang kebetulan pandangan politiknya sama dengan Pendamping Sosial PKH, itu ya hanya kebetulan semata. Toh saat dilakukan Validasi Awal tidak ada pertanyaan partai yang dipilih oleh warga tersebut. Silahkan saja dilihat pada lembar Validasi Awal yang dibawa oleh Pendamping Sosial PKH.

9. Usulan pengajuan data dari RT / RW sebagai dasar pemberian bansos
Terkait hal ini saya terus-terang saja senyum-senyum sendiri mendengarnya. Bagaimana tidak tersenyum jika tanpa diminta orang ini Pemerintah justru sudah menyiapkan instrumennya melalui usulan dari Pemerintah Daerah ke Pemerintah Pusat. Bahkan jika ada warga masyarakat yang merasa miskin dan ingin namanya masuk dalam DTKS mereka juga bisa melakukan MPM (Mekanisme Pemutakhiran Mandiri). Bahkan masyarakat saat ini bisa melakukan pengecekan dirinya mendapat bansos atau tidak secara online melalui website dengan link berikut ini :

https://cekbansos.siks.kemsos.go.id/kemsos/pencarian

sumber : Guruh Andrianto
Contact Center PKH Pusat

0 Response to "Bom Waktu bernama DTKS (Yang Tak Termutakhirkan)"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel